My Coldest CEO

5| Morning Activity



5| Morning Activity

0Pagi yang indah untuk sekedar menikmati hembusan angin. Kicauan burung mulai masuk ke indra pendengar, belum lagi kala terdengarnya jam weker yang berdering ke setiap sudut ruangan.     

Leo mengerang, merasa terganggu dengan bunyi alarm jam bangun paginya. Membuka kedua mata dengan perlahan, lalu merenggangkan otot-otot tangannya.     

Iya, hari ini adalah hari pekan. Hari satu-satunya yang mampu membuat Leo mengistirahatkan tubuhnya dari secarik --oh bukan secarik, tapi setumpuk-- dokumen yang tiada habisnya.     

Hal pertama yang ia lakukan adalah beranjak dari duduknya, lalu mulai berjalan ke arah kamar mandi. Mencuci wajah dengan sabun khusus, menyikat deretan gigi putih bersihnya, lalu mengelap wajahnya yang penuh bulir air dengan handuk kecil.     

Baiklah, akhir pekan bukan berarti dirinya bisa bermalas-malasan. Ada tubuh yang harus di jaga, jadi pagi ini harus di awali dengan gym.     

Melihat dirinya yang tidak mengenakkan pakaian apapun membuat tubuh atasnya bertelanjang dada, ia melihat celana boxer yang kini di pakainya. Mungkin harus di ganti menjadi celana olahraga supaya lebih mudah bergerak.     

10 menit kemudian ...     

"Selamat pagi, Tuan Leo."     

Leo menolehkan kepalanya ke arah seorang laki-laki yang sudah memakai baju kebanggaannya, chef. Iya, ia memiliki pekerja di rumahnya yang dipilih untuk menempati section tertentu. Panggil saja Chef Bara, ia adalah chef dengan keahlian bintang lima. Walaupun hanya bekerja di waktu-waktu tertentu saja seperti sarapan, makan siang, dan makan malam, gaji yang diberikan dirinya untuk Bara cukup besar.     

Ah bukan sekedar cukup sih, tapi sangat besar. Kualitas dan maksimal kerja yang diberikan Bara pun sangat patut untuk di berikan dua ibu jari. Tidak ada porsi restoran dengan harga mahal namun porsi sedikit, tentu saja Bara selalu menyiapkan porsi yang standar.     

"Selamat pagi, Bara." sapa Leo sambil menganggukkan kepalanya, menambah kesan berwibawa. Kalau ada para wanita di sini, mungkin saja mereka sudah menjerit tertahan. Melihat dirinya yang telanjang dada dengan sapu tangan yang tersampir di lehernya adalah hal yang paling terpanas saat pagi hari.     

"Untuk peneman gym, Tuan mau di hidangkan apa?" tanya Bara sambil memakai sarung tangannya, setiap makanan yang di buat tentu saja harus steril, iya kan?     

Leo tampak sedikit berpikir, lalu menjentikkan jemarinya. "Sepertinya jus alpukat lezat, oh jangan lupa croissant dan danish coklatnya." ucapnya yang menyebutkan sarapan pengganjal perut sebagai peneman paginya berolahraga.     

Jika pagi-pagi sebelum gym dirinya memakan makanan dengan porsi berat dan kalori tinggi, bisa-bisa nanti perutnya terasa perih. Jadi, porsi kecil namun nutrisinya banyak adalah yang paling cocok untuk di pilih.     

Bara mengangguk paham. Setiap pagi pada akhir pekan, ia selalu menanyakan makanan pengganjal untuk sarapan kepada Leo. Karena ia sangat tahu kalau majikannya itu tidak suka makanan yang sama. Misalnya seperti ini, hari Minggu Leo memakan bacon dan juga sunny side up maka di hari selanjutnya tidak boleh bertemu dengan makanan itu lagi. Kalau bisa, katanya di variasikan supaya tidak bosan.     

Ide yang cemerlang untuk ukuran seorang laki-laki yang biasanya cuek dengan pola makan, bahkan banyak yang menerima apa adanya dan tidak meminta ini dan itu.     

"Baik, sepertinya sepuluh menit lagi akan tersaji. Nanti saya antar ke ruangan gym mu," ucap Bara dengan sangat sopan. Tata krama memang harus selalu melekat di tubuhnya, menandakan jika ia adalah pribadi sopan yang bekerja keras.     

"Terimakasih, saya tunggu."     

Setelah itu, Leo melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam ruang gym.     

Treadmill, abs crunch machine, cable machine, static bicycle, leg press machine, dumbbell dan juga barbel. Semuanya lengkap ada di dalam ruangan tersebut, bahkan aksesoris pendukung lainnya pun ada di tempat ini.     

Menurut Leo, tidak apa uangnya di pakai untuk membeli semua peralatan ini dengan harga yang cukup fantastis. Daripada dirinya keluar rumah dan melakukan gym di luar, bukannya berolahraga dengan tenang malah menjadi pusat perhatian para wanita. Ada waktu tertentu yang tidak bisa di ganggu gugat, iya kan?     

Jika banyak orang yang makan dulu satu jam sebelum gym, maka dirinya tidak seperti itu. Ya alasannya masih sama seperti sebelumnya, yang ia lakukan pertama kali setelah ke ini pun adalah pemanasan.     

10 menit berlalu, Leo merasa jika pemanasan ni sudah cukup. Menepuk kedua telapak tangannya, lalu beralih menatap treadmill sebagai permulaan.     

Ia tidak membawa ponsel saat melakukan gym, lagipula untuk apa? Ingin melihat pesan dari Azrell pun itu bukanlah hal yang penting. Karena kesehatan masih berada tinggi di atas segala-galanya.     

Peluh sudah mulai muncul di pelipisnya, dirinya terlalu memanjakan tubuh sampai perutnya yang kotak-kotak terlihat jelas di sana.     

...     

Sedangkan bagi Azrell, pagi hari itu adalah hal yang sangat menyebalkan. Bayangkan saja, sejak dirinya bangun tidur, berendam di bathtub, sampai kini dirinya berada di meja makan pun ponsel yang berada di genggamannya ini belum menunjukkan tanda-tanda ada balasan dari seorang laki-laki yang sudah ia kirimi pesan sedaritadi.     

Setiap pagi, pasti selalu seperti ini. Leo tidak pernah menghubungi dirinya hanya untuk sekedar menyapa selamat pagi atau memberikan hal manis di ruang chat mereka.     

Menunggu, seperti itu adalah hobi yang seringkali di lakukan oleh para wanita termasuk dirinya.     

"Kalau gak di spam chat pasti gak di balas, di telpon daritadi juga gak di angkat."     

"Nyebelin banget sih,"     

menyerah, Azrell akhirnya meletakkan ponselnya di atas meja. Menatap tumpukan pancake di atasnya yang sudah di lumuri oleh maple sirup dengan tatapan tidak berselera. Kalau masuk kantor, setidaknya ia bisa bertemu dengan Leo, menebar pesona berlanjut dengan meminta untuk menemani ke pusat perbelanjaan.     

"Kenapa? mikirin Leo lagi, iya?"     

Azrell mengalihkan pandangannya, dan di sana terlihat seorang wanita paruh baya yang memiliki manik mata sama persis dengannya. "Eh Mommy? Sini sarapan sama aku," ucapnya dengan sangat ramah. Memberikan senyum terbaiknya untuk wanita yang sangat berharga.     

Namanya Nayya Kriell Wallie, satu-satunya teman sekaligus wanita tersayang yang Azrell miliki. Semua keluh kesah sampai kebahagiaan pun dirinya bagi ke Mommy-nya ini. Tidak pernah marah, memberikan apapun yang dirinya inginkan sejak kecil, bahkan selalu rela bekerja keras dengan menjadi sekretaris dari sang suami sendiri.     

Nayya menganggukkan kepalanya, lalu duduk tepat di kursi yang berada di sebrang Azrell. Jadi, kini posisi mereka saling berhadapan namun terhalangi dengan meja makan yang panjang.     

"Kamu belum di makan pancake-nya? Makan dulu, isi perut mu dengan sesuatu."     

Azrell menuruti apa yang dikatakan Nayya, lalu mengambil sebuah garpu dan pisau untuk media pembantu dirinya makan. "Oh ya, Mommy. Kemana Daddy? Biasanya kalau akhir pekan ini kalian jalan-jalan," ucapnya. Di detik selanjutnya iya langsung saja memasukkan potongan pancake ke dalam mulut.     

"Biasa, tadi ada panggilan untuk ketemu sama kolega besar." ucap Nayya sambil menarik piring yang di atasnya sudah tersedia makanan serupa dengan milik putrinya.     

Azrell hanya mengangguk kepalanya, paham dengan apa yang dikatakan Nayya. "Kalau begitu, berarti Mommy ada di rumah?"     

"Iya, kenapa? Menantu Mommy pasti mau datang ke rumah, iya kan?"     

"Aku gak tau, kayaknya dia sibuk deh."     

"Memangnya tidak libur? Bukankah kalian memiliki pangkat atas bawah?"     

"Iya, tapi gak tau Mom. Pesan ku tidak ada yang di balas, mungkin memang sibuk kali aku pun tak tahu kabarnya."     

Nayya melihat raut wajah sedikit sedih dari wajah Azrell, ia tahu betul kalau putrinya yang baru menyentuh umur dua puluh lima tahun itu sedang mendapatkan kekasih yang super duper sibuk, apalagi ternama. "Kalau begitu, biarkan dia dengan kesibukannya. Selagi kalian bisa menjaga hati, kenapa tidak?"     

Jujur saja, Nayya belum pernah melihat wajah Leo langsung dengan mata kepalanya. Waktu itu pernah dirinya ingin bertemu laki-laki idaman banyak wanita itu untuk acara meeting antar perusahaan yang bekerja saja, namun saat itu dirinya tidak bisa ikut karena pekerjaan yang masih menumpuk dan membiarkan sang suami untuk kesana tanpa dirinya.     

"Kalau ternyata dia tidak menjaga hati, bagaimana?"     

"Tidak apa, masih banyak laki-laki di luaran sana."     

"Tapi Mommy, laki-laki yang memiliki banyak uang hanya Leo saja. Lihat, sudah berapa pasang pakaian dan barang branded lainnya yang ku miliki sejak berpacaran dengan dirinya? Banyak, kan?"     

"Iya, tapi Mommy bisa memberikan semua itu kok."     

"Gak mau ah, barang dari pacar dan barang dari Mommy itu tentu saja rasanya berbeda."     

"Kalau begitu, pertahankan."     

Azrell cemberut, ia sangat tahu bagaimana masa lalu Leo yang suka sekali berganti wanita. Entah itu kalangan atas atau kalangan bawah, laki-laki itu tidak peduli akan kasta. Cukup beruntung sih bertemu dengan Leo dan diperlakukan sesempurna itu. Ya namanya sudah suka sekali bergonta-ganti jodoh, siapa tahu di kemudian hari, hal itu terjadi lagi, iya kan?     

"Habisi makanan mu,"     

"Iya, Mom."     

Yang tadinya ia sangat tidak berselera makan, mendengar ucapan Nayya membuat dirinya bersemangat. Tidak ada yang mustahil di dunia ini, iya kan? Begitu juga dengan kisah hidupnya nanti.     

Ia teringat kalau ATM Leo masih ada di dompetnya, bahkan laki-laki tersebut tidak pernah menagih benda yang menurut banyak orang sangat berharga. Lagipula ia hanya memakainya untuk membeli dress baru sebanyak tiga pasang, sudah itu saja.     

"Oh ya, nanti Azrell mau main sama Leo."     

"Iya, ajak dia masuk ke dalam. Jangan hanya jemput di luar gerbang saja,"     

"Kalau mau Mom, soalnya nanti para tetangga heboh. Aku hanya tidak ingin mengulur waktu untuk berjalan-jalan dengannya."     

"Kamu nanti ingin ikut ke rumah satunya? Atau di sini saja?"     

"Memangnya mau ke sana kapan? Malam hari?"     

"Rencananya hanya ingin berkunjung, karena akhir-akhir ini Daddy mu lebih menyukai tinggal di sana."     

"Ah tidak, tidak mau ikut aku ada pekerjaan lain yang jauh lebih serius daripada sekedar berkunjung."     

"Yasudah, sampaikan salam Mommy untuk Leo."     

Azrell menganggukkan kepalanya, lalu cepat-cepat menghabiskan sarapannya. Jam menunjukkan pukul tujuh pagi, dan berarti nanti sekitar jam delapan dirinya akan memulai work out untuk menjaga postur tubuh supaya tetap body goals.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.